Minggu, 08 Mei 2011

IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAM ACHIEVEMENT DIVISIONS (STAD) (STUDI KASUS PADA SISWA KELAS VIIA DI SMP NEGERI 1 PULAU BALANG LOMPO)

II. TINJAUAN PUSTAKA
            A.  Kajian Teori
1.     Belajar dan Pembelajaran
Definisi tentang belajar sangatlah kompleks, namun beberapa ahli mengemukakan pendapatnya tentang belajar antara lain:
Hudojo (1990: 1) mengemukakan bahwa “seseorang dikatakan belajar, bila diasumsikan dalam diri seseorang itu menjadi suatu proses kegiatan yang mengakibatkan suatu perubahan tingkah laku“.
Selain itu, W.S Wingkel (Haling, 2004: 1) mengemukakan bahwa:
Belajar pada manusia merupakan suatu proses psikologis yang berlangsung dalam interaktif subjek dengan lingkungan dan menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, keterampilan, dan keterampilan yang bersifat konstan/menetap.
Hal ini senada dengan pengertian belajar yang dikemukakan oleh Nur (2000: 14) bahwa belajar dapat diartikan sebagai proses perubahan perilaku, akibat interaksi individu dengan lingkungannya.
Hilgard juga mengatakan bahwa:
Learning process by which an actovity originates or changed through training procedures (wheather in the laboratory on in the natural environment) as distinguised from changes by facture not attributable to training.“ Belajar adalah proses yang melahirkan atau mengubah suatu kegiatan melalui jalan latihan (apakah dalam laboratorium atau dalam lingkungan alamiah) yang dibedakan dari perubahan-perubahan oleh faktor-faktor yang tidak termasuk latihan, misalnya perubahan karena mabuk atau minum ganja bukan termasuk hasil belajar. (Nasution,  1987: 39).
Dari beberapa pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses kegiatan jiwa dan raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai akibat dari latihan dan pengalaman-pengalaman yang diperoleh melalui interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif, dan psikomotorik yang menghasilkan perubahan tingkah laku dalam pengetahuan, keterampilan, dan keterampilan yang bersifat konstan/menetap.
Pembelajaran adalah upaya menciptakan iklim dan pelayanan terhadap kemampuan, potensi, minat, bakat dan kebutuhan siswa yang beragam agar terjadi interaksi optimal antara guru dengan siswa serta antara siswa dengan siswa (Suyitno, 2004:2)
Seperti yang dikemukakan oleh Degeng dan Miarso (Haling, 2004: 9)
bahwa:
Pembelajaran adalah suatu proses yang dilaksanakan secara sistematik di mana setiap komponen saling berpengaruh. Dalam proses secara implisit terdapat kegiatan memilih, menetapkan dan mengembangkan metode untuk mencapai hasil pembelajaran yang diinginkan. Pembelajaran menaruh perhatian pada bagaimana membelajarkan siswa dan lebih menekankan pada cara untuk mencapai tujuan.
Sedangkan, menurut Gagne (Haling, 2004: 9)
Pembelajaran adalah usaha guru yang bertujuan untuk menolong siswa belajar. Pembelajaran merupakan seperangkat peristiwa yang mempengaruhi tejadinya proses belajar siswa. Peristiwa-peristiwa yang mempengaruhi terjadinya belajar siswa, tidak selamanya berada di luar dari diri siswa. Peristiwa di luar diri siswa merupakan segala sesuatu yang dipersiapkan oleh guru sebagai kondisi untuk kepentingan pembelajaran.
Jadi, pembelajaran adalah suatu usaha yang dilakukan oleh guru untuk menciptakan situasi yang memungkinkan terjadinya proses belajar yang optimal yang melibatkan siswa secara aktif dalam rangka mencapai peningkatan martabat manusia.
2.    Pembelajaran Matematika
Matematika adalah suatu pelajaran yang tersusun secara beraturan, logis, berjenjang dari yang paling mudah hingga yang paling rumit. Dengan demikian, pelajaran matematika tersusun sedemikian rupa sehingga pengertian terdahulu lebih mendasari pengertian berikutnya. Mempelajari matematika tidak hanya berhubungan dengan bilangan-bilangan serta operasi-operasinya, melainkan matematika berkenaan dengan ide-ide, struktur-struktur dan hubungan-hubungan yang diatur menurut urutan yang logis. Jadi, matematika berkenaan dengan konsep-konsep yang abstrak (Muhkal, 2009).
Hudojo (1990: 11) mengemukakan bahwa pada hakekatnya belajar matematika merupakan kegiatan mental yang tinggi sebab matematika berkenaan dengan ide-ide abstrak yang diberi simbol-simbol tersusun secara hirarki dengan penalarannya deduktif. Selanjutnya Dienes (Hudojo, 1990) mengemukakan bahwa belajar matematika melibatkan suatu struktur hirarki dari konsep-konsep tingkat lebih tinggi yang dibentuk atas dasar apa yang telah terbentuk sebelumnya. Dalam pembelajaran matematika yang menekankan pemahaman ini, kemampuan melakukan eksplorasi, bertanya, merumuskan masalah, membuat dugaan-dugaan dan memecahkan masalah memegang peranan yang sangat penting.
Muhkal (2009: 1) mengatakan matematika yang diajarkan di jenjang persekolahan disebut “matematika sekolah. Sering juga dikatakan bahwa matematika sekolah adalah unsur-unsur atau bagian-bagian dari matematika yang dipilih berdasarkan atau berorientasi pada kepentingan kependidikan dan perkembangan IPTEK. Matematika diharapkan dapat menata nalar, membentuk kepribadian, menanamkan nilai-nilai, memecahkan masalah dan melakukan tugas tertentu.
Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka pembelajaran matematika pada hakikatnya adalah suatu aktivitas mental untuk memahami arti dari struktur, hubungan, simbol, kemudian merupakan konsep yang dihasilkan ke situasi nyata sehingga menyebabkan suatu perubahan tingkah laku.
3.    Pengertian Hasil Belajar Matematika
Jika seorang individu melakukan kegiatan belajar, maka terdapat tujuan dan hasil yang ingin dicapai. Hudojo (1990: 39) mengemukakan bahwa:
Hasil belajar dan proses belajar kedua-duanya penting, di dalam belajar ini, terjadi proses berpikir. Seseorang dikatakan berpikir bila orang itu melakukan kegiatan mental, bukan kegiatan metorik walaupun kegiatan metorik ini dapat pula bersama-sama dengan kegiatan mental tersebut, dalam mental orang itu menyusun hubungan antara bagian-bagian informasi yang telah diperoleh sebagai pengertian. Karena itu orang menjadi memahami dan menguasai hubungan tersebut sehingga orang itu dapat menampilkan pemahaman dan penguasaan bahan pelajaran yang dipelajari, inilah merupakan hasil belajar.

Sedangkan menurut Martini (2005: 8),
Hasil belajar adalah hasil yang diperoleh dan dimiliki oleh siswa setelah melibatkan masalah-masalah yang ada hubungannya dengan materi pelajaran yang diberikan siswa sebagai obyek yang dibelajarkan dalam arti luas yaitu belajar dengan optimalisasi potensi subjektif yang dimiliki sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya dalam proses belajar mengajar, dimana selalu diharapkan agar mencapai hasil belajar yang optimal dalam mata pelajaran atau bidang studi tertentu. Seringkali hasil belajar yang dicapai dalam bidang studi tertentu disebut prestasi belajar siswa dalam bidang studi itu.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan hasil belajar matematika adalah skor atau hasil perolehan nilai yang diperoleh dan dimiliki siswa melalui suatu proses kegiatan belajar matematika.
4.    Model Pembelajaran Kooperatif tipe Student Team Achievement Divisions (STAD)
Model pembelajaran kooperatif dikembangkan oleh David Johnson dan Roger Johnson tahun 1994. Model pembelajaran ini merupakan suatu model pembelajaran yang menuntut kerjasama siswa dan saling ketergantungan dalam struktur tugas, tujuan dan hadiah yang unik pada akhir pembelajaran.
Seperti yang dikemukakan oleh Ibrahim (2000: 2) bahwa:
Pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran yang memfokuskan pada pengaruh-pengaruh pengajaran seperti pembelajaran akademik, khususnya menumbuhkan penerimaan antar kelompok serta keterampilan sosial antar kelompok.
Roger dan David Johnson (Lie: 1999) mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok dapat dikatakan pembelajaran kooperatif cooperative learning. Untuk mencapai hasil yang maksimal, maka perlu diterapkan lima unsur model pembelajaran kooperatif, yaitu:
1)   Kesaling-tergantungan positif
2)   Tanggung jawab perseorangan
3)   Tatap muka
4)   Komunikasi antar anggota
5)   Evaluasi proses kelompok
Sedangkan menurut Ibrahim (2000: 6) bahwa ada 7 unsur yang harus diperhatikan dalam pembelajaran kooperatif, yaitu:
 1) Siswa   dalam    kelompoknya   haruslah    beranggapan   bahwa   mereka  “sehidup sepenanggungan bersama.”
2)   Siswa bertanggung jawab atas segala sesuatu  di dalam kelompoknya, seperti milik mereka sendiri.
3)   Siswa haruslah melihat bahwa semua anggota di dalam kelompoknya memiliki tujuan yang sama.
4)   Siswa haruslah membagi tugas dan tanggung jawab yang sama diantara anggota kelompoknya.
5)   Siswa akan dikenakan evaluasi atau diberikan hadiah/penghargaan yang juga akan dikenakan untuk semua anggota kelompok.
6)   Siswa berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya.
7)   Siswa akan diminta untuk mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.
Setiap model atau metode pembelajaran dalam pelaksanaannya sebaiknya mengikuti langkah-langkah pelaksanaannya, sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai secara maksimal.
Berikut langkah-langakah atau fase-fase model pembelajaran kooperatif menurut Slavin (Ibrahim, 2000).
Fase
Tingkah Laku Guru
Fase1: Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa
Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pembelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar.
Fase 2: Menyajikan informasi.
Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan.
Fase 3: Mengorganisasikan siswa ke  dalam kelompok-kelompok belajar.
Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana cara membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien
Fase 4: Membimbing kelompok bekerja dan belajar.
Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka.
Fase  5: Evaluasi.
Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.
Fase  6: Memberikan penghargaan.
Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok.
Salah satu tipe dalam pembelajarn kooperatif adalah STAD (Studet Teams Achievement Divisions) metode ini dapat diterapkan untuk menghadapi kemampuan siswa yang heterogen, di dalamnya siswa diberi kesempatan untuk melakukan kolaborasi dengan teman sebaya dalam bentuk diskusi kelompok untuk memecahkan suatu permasalahan. Masing-masing kelompok beranggotakan empat atau lima orang siswa yang memiliki kemampuan akademik, jenis kelamin dan lain-lain yang heterogen, sehingga dalam satu kelompok akan terdapat kemampuan akademik dan jenis kelamin yang berbeda. Guru menyajikan pelajaran dan kemudian siswa bekerja dalam tim mereka untuk memastikan bahwa seluruh anggota tim telah mengusai pelajaran tersebut.
Setiap minggu secara individual siswa diberikan kuis materi pelajaran yang telah diajarkan. Skor dari hasil kuis siswa tersebut merupakan skor perkembangan tidak berdasarkan pada skor mutlak siswa tetapi berdasarkan pada seberapa jauh skor itu melampaui rata-rata skor mereka yang lalu dan poin di berikan berdasarkan pada seberapa jauh siswa menyamai atau melampaui prestasi yang lalunya sendiri. Poin tiap anggota tim ini dijumlahkan untuk mendapatkan skor tim. Hasil kuis tiap individu dan perolehan skor tiap kelompok diumumkan dan memberikan penghargaan berupa sertifikat kepada kelompok yang memperoleh skor tertinggi.
Menurut  Nur dkk. (2000),  Student Teams-Achievment Division (STAD) memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a.                  Bahan pelajaran disajikan oleh guru dan siswa harus mencurahkan perhatiannya, Karena hal itu akan mempengaruhi hasil kerja mereka di dalam kelompok
b.                  Anggota kelompok terdiri empat sampai lima  orang siswa, mereka heterogen dalam berbagai hal seperti prestasi akademik dan jenis kelamin.
c.                  Setelah tiga kali  pertemuan diadakan tes individu berupa kuis mingguan yang harus dikerjakan siswa sendiri-sendiri.
d.                 Materi pelajaran disiapkan oleh guru dalam bentuk lembar kerja siswa.
e.                  Penempatan siswa dalam kelompok lebih baik ditentukan oleh guru dari pada mereka memilih sendiri.
Penerapan pembelajaran kooperatif tipe Student Teams-Achievment Division (STAD) dalam Pembelajaran Matematika untuk memperoleh hasil yang maksimal dengan menggunakan pembelajaran kooperatif, maka guru harus memahami dengan jelas langkah-langkah penerapannya pada proses kegiatan belajar mengajar.
Penghitungan skor perkembangan (Slavin, 1995) didapat melalui kriteria berikut:                            
Skor Kuis
Poin Perkembangan
Lebih dari 10 poin di bawah skor awal
0
10 poin sampai dengan poin dibawah skor awal
10
Skor awal sampai dengan 10 poin datas skor awal
20
Lebih dari 10 poin diatas skor awal
30
Nilai sempurna (tanpa memperhitungkan skor awal)
30
Tiga tingkatan diberikan kepada kelompok yang memperoleh nilai perkembangan yang dihitung dari rata-rata poin perkembangan yang diperoleh tiap anggota kelompok. Kriteria ketiga kelompok tersebut yaitu:
Rata-rata poin perkembangan                                     Penghargaan tim
15 – 19                                                                        GOODTEAM
20 – 24                                                                        GREATTEAM
25 – 30                                                                        SUPERTEAM
Yamin dan Ansari (2009) mengungkapkan langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah sebagai berikut:
a.    Membentuk kelompok yang anggotanya 4-5 orang secara heterogen (campuran menurut prestasi, jenis kelamin, suku, dan sebagainya). Namun, dalam penelitian ini, yang diperhatikan adalah prestasi dan jenis kelamin dari peserta didik.
b.    Guru menyajikan pelajaran.
c.    Guru memberikan tugas kepada kelompok untuk dikerjakan oleh anggota- anggota kelompok. Anggotanya tahu menjelaskan pada anggota lainnya, sampai semua anggota dalam kelompoknya mengerti.
d.    Guru memberikan kuis/pertanyaan kepada seluruh siswa. Pada saat menjawab kuis, tidak boleh saling membantu.
e.    Memberikan evaluasi.
f.   Kesimpulan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar