Minggu, 08 Mei 2011

IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAM ACHIEVEMENT DIVISIONS (STAD) (STUDI KASUS PADA SISWA KELAS VIIA DI SMP NEGERI 1 PULAU BALANG LOMPO)

III. METODOLOGI PENELITIAN
A.      Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian studi kasus. Studi kasus (case study) adalah suatu penelitian kualitatif yang diarahkan untuk menghimpun data, mengambil makna, memperoleh pemahaman dari kasus tersebut. Kasus sama sekali tidak mewakili populasi dan tidak dimaksudkan untuk memperoleh kesimpulan dari populasi. Kasus dapat satu orang, satu kelas, satu sekolah, beberapa sekolah tapi dalam satu kantor kecamatan, dan sebagainya (Sukmadinata, 2006: 64). Case Study Research (CSR) pendidikan merupakan suatu penelitian atau pendekatan untuk mempelajari, menerangkan, atau menginterpretasi suatu kasus (case) pendidikan (pembelajaran) dalam konteksnya secara natural (alami) tanpa adanya intervensi dari pihak luar. Kasus (case) bisa dalam bentuk: (a) sederhana atau kompleks; (b) individual (kasus tunggal) atau kelompok (cluster / multi kasus); (c) statis atau dinamis  (Yin, Robert, K. 1981). Studi kasus ini digunakan untuk mengetahui gambaran implementasi model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams-Achievement Divisions (STAD) pada siswa kelas VII di SMP Negeri I Pulau Balang Lompo.
B.       Subyek Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 1 Pulau Balang  Lompo dengan subyek penelitian adalah guru mata pelajaran matematika dan  siswa kelas VIIA dengan jumlah siswa 32 orang, terdiri dari 17  laki-laki dan 15  perempuan. Peneliti bertindak sebagai guru matematika di kelas tersebut, dan dalam penelitian ini menggunakan satu observer. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui gambaran yang kaya tentang implementasi model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams-Achievement Divisions (STAD) pada siswa kelas VII di SMP Negeri I Pulau Balang Lompo.

C.    Instrumen Penelitian
Menurut beberapa buku penelitian kualitatif, instrumen penelitian kualitatif yang utama adalah peneliti itu sendiri. Sebagai instrument tambahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar observasi, pedoman wawancara, dan soal tes.
D.    Teknik Pengumpulan Data
Menurut Robert K. Yin (Ariani, 2010), teknik pengumpulan data yang akan digunakan dalam pelaksanaan penelitian ini adalah:
1.        Lembar  Observasi
Lembar observasi digunakan untuk melihat penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Studet Teams Achievement Divisions) dalam  Pelaksanaan Belajar Mengajar (PBM) di kelas. Lembar observasi ini digunakan untuk mendapatkan informasi mengenai proses pelaksanaan dan kualitas pembelajaran baik sebelum pembelajaran dimulai sampai kepada kegiatan penutup pembelajaran. Kriteria penilaian dibagi menjadi empat bagian penilaian yaitu: bobot 1 jika komponen yang diteliti tidak terlaksana dalam proses pembelajaran, bobot 2 diberikan jika pelaksanaan pembelajaran di kelas berada pada kategori kurang, bobot 3 diberikan jika pelaksanaan pembelajaran di kelas berada pada kategori cukup, dan bobot 4 diberikan jika pelaksanaan pembelajaran di kelas berada pada kategori baik.
2.        Pedoman Wawancara
Pedoman wawancara yang dipakai oleh peneliti dalam penelitian ini adalah sekumpulan pertanyaan sehubungan dengan pelaksanaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Studet Teams Achievement Divisions) yang diajukan secara langsung kepada guru mata pelajaran dan siswa-siswa di kelas tersebut.
3.        Soal Tes
Soal tes digunakan untuk mengetahui gambaran sejauh mana kemampuan siswa dalam menyelesaikan tes yang diberikan.
E.       Teknik Analisis Data
Data yang diperoleh dari penelitian ini selanjutnya disajikan dalam bentuk narasi yang menggambarkan implementasi model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Studet Teams Achievement Divisions) dalam proses pembelajaran matematika  pada Siswa Kelas VIIA SMP Negeri 1 Pulau Balang Lompo.
Robert K. Yin (Ariani, 2010) merekomendasikan enam tipe sumber informasi yaitu: (1) dokumentasi yang terdiri dari surat, memorandum, agenda, laporan-laporan suatu peristiwa, proposal, hasil penelitian, hasil evaluasi, klipping, artikel; (2) rekaman arsip yang terdiri dari rekaman layanan, peta, data survei, daftar nama, rekaman-rekaman pribadi seperti buku harian, kalender, dan sebagainya; (3) wawancara biasanya bertipe open-ended; (4) observasi langsung; (5) observasi partisipan dan (6) perangkat fisik atau kultural yaitu peralatan teknologi, alat atau instrument, pekerjaan seni dan lain-lain. Lebih lanjut Yin mengemukakan bahwa keuntungan dari keenam sumber bukti tersebut dapat dimaksimalkan bila tiga prinsip berikut ini diikuti, yaitu: (1) menggunakan bukti multisumber; (2) menciptakan data dasar studi kasus, seperti: catatan-catatan studi kasus, dokumen studi kasus, bahan-bahan tabulasi, narasi; (3) memelihara rangkaian bukti. Tipe analisis dari data ini dapat berupa analisis holostik, yaitu analisis keseluruhan kasus atau berupa analisis terjalin, yaitu suatu analisis untuk kasus yang spesifik, unik, atau ekstrim (Kusmarni, 2011).

IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAM ACHIEVEMENT DIVISIONS (STAD) (STUDI KASUS PADA SISWA KELAS VIIA DI SMP NEGERI 1 PULAU BALANG LOMPO)

II. TINJAUAN PUSTAKA
            A.  Kajian Teori
1.     Belajar dan Pembelajaran
Definisi tentang belajar sangatlah kompleks, namun beberapa ahli mengemukakan pendapatnya tentang belajar antara lain:
Hudojo (1990: 1) mengemukakan bahwa “seseorang dikatakan belajar, bila diasumsikan dalam diri seseorang itu menjadi suatu proses kegiatan yang mengakibatkan suatu perubahan tingkah laku“.
Selain itu, W.S Wingkel (Haling, 2004: 1) mengemukakan bahwa:
Belajar pada manusia merupakan suatu proses psikologis yang berlangsung dalam interaktif subjek dengan lingkungan dan menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, keterampilan, dan keterampilan yang bersifat konstan/menetap.
Hal ini senada dengan pengertian belajar yang dikemukakan oleh Nur (2000: 14) bahwa belajar dapat diartikan sebagai proses perubahan perilaku, akibat interaksi individu dengan lingkungannya.
Hilgard juga mengatakan bahwa:
Learning process by which an actovity originates or changed through training procedures (wheather in the laboratory on in the natural environment) as distinguised from changes by facture not attributable to training.“ Belajar adalah proses yang melahirkan atau mengubah suatu kegiatan melalui jalan latihan (apakah dalam laboratorium atau dalam lingkungan alamiah) yang dibedakan dari perubahan-perubahan oleh faktor-faktor yang tidak termasuk latihan, misalnya perubahan karena mabuk atau minum ganja bukan termasuk hasil belajar. (Nasution,  1987: 39).
Dari beberapa pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses kegiatan jiwa dan raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai akibat dari latihan dan pengalaman-pengalaman yang diperoleh melalui interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif, dan psikomotorik yang menghasilkan perubahan tingkah laku dalam pengetahuan, keterampilan, dan keterampilan yang bersifat konstan/menetap.
Pembelajaran adalah upaya menciptakan iklim dan pelayanan terhadap kemampuan, potensi, minat, bakat dan kebutuhan siswa yang beragam agar terjadi interaksi optimal antara guru dengan siswa serta antara siswa dengan siswa (Suyitno, 2004:2)
Seperti yang dikemukakan oleh Degeng dan Miarso (Haling, 2004: 9)
bahwa:
Pembelajaran adalah suatu proses yang dilaksanakan secara sistematik di mana setiap komponen saling berpengaruh. Dalam proses secara implisit terdapat kegiatan memilih, menetapkan dan mengembangkan metode untuk mencapai hasil pembelajaran yang diinginkan. Pembelajaran menaruh perhatian pada bagaimana membelajarkan siswa dan lebih menekankan pada cara untuk mencapai tujuan.
Sedangkan, menurut Gagne (Haling, 2004: 9)
Pembelajaran adalah usaha guru yang bertujuan untuk menolong siswa belajar. Pembelajaran merupakan seperangkat peristiwa yang mempengaruhi tejadinya proses belajar siswa. Peristiwa-peristiwa yang mempengaruhi terjadinya belajar siswa, tidak selamanya berada di luar dari diri siswa. Peristiwa di luar diri siswa merupakan segala sesuatu yang dipersiapkan oleh guru sebagai kondisi untuk kepentingan pembelajaran.
Jadi, pembelajaran adalah suatu usaha yang dilakukan oleh guru untuk menciptakan situasi yang memungkinkan terjadinya proses belajar yang optimal yang melibatkan siswa secara aktif dalam rangka mencapai peningkatan martabat manusia.
2.    Pembelajaran Matematika
Matematika adalah suatu pelajaran yang tersusun secara beraturan, logis, berjenjang dari yang paling mudah hingga yang paling rumit. Dengan demikian, pelajaran matematika tersusun sedemikian rupa sehingga pengertian terdahulu lebih mendasari pengertian berikutnya. Mempelajari matematika tidak hanya berhubungan dengan bilangan-bilangan serta operasi-operasinya, melainkan matematika berkenaan dengan ide-ide, struktur-struktur dan hubungan-hubungan yang diatur menurut urutan yang logis. Jadi, matematika berkenaan dengan konsep-konsep yang abstrak (Muhkal, 2009).
Hudojo (1990: 11) mengemukakan bahwa pada hakekatnya belajar matematika merupakan kegiatan mental yang tinggi sebab matematika berkenaan dengan ide-ide abstrak yang diberi simbol-simbol tersusun secara hirarki dengan penalarannya deduktif. Selanjutnya Dienes (Hudojo, 1990) mengemukakan bahwa belajar matematika melibatkan suatu struktur hirarki dari konsep-konsep tingkat lebih tinggi yang dibentuk atas dasar apa yang telah terbentuk sebelumnya. Dalam pembelajaran matematika yang menekankan pemahaman ini, kemampuan melakukan eksplorasi, bertanya, merumuskan masalah, membuat dugaan-dugaan dan memecahkan masalah memegang peranan yang sangat penting.
Muhkal (2009: 1) mengatakan matematika yang diajarkan di jenjang persekolahan disebut “matematika sekolah. Sering juga dikatakan bahwa matematika sekolah adalah unsur-unsur atau bagian-bagian dari matematika yang dipilih berdasarkan atau berorientasi pada kepentingan kependidikan dan perkembangan IPTEK. Matematika diharapkan dapat menata nalar, membentuk kepribadian, menanamkan nilai-nilai, memecahkan masalah dan melakukan tugas tertentu.
Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka pembelajaran matematika pada hakikatnya adalah suatu aktivitas mental untuk memahami arti dari struktur, hubungan, simbol, kemudian merupakan konsep yang dihasilkan ke situasi nyata sehingga menyebabkan suatu perubahan tingkah laku.
3.    Pengertian Hasil Belajar Matematika
Jika seorang individu melakukan kegiatan belajar, maka terdapat tujuan dan hasil yang ingin dicapai. Hudojo (1990: 39) mengemukakan bahwa:
Hasil belajar dan proses belajar kedua-duanya penting, di dalam belajar ini, terjadi proses berpikir. Seseorang dikatakan berpikir bila orang itu melakukan kegiatan mental, bukan kegiatan metorik walaupun kegiatan metorik ini dapat pula bersama-sama dengan kegiatan mental tersebut, dalam mental orang itu menyusun hubungan antara bagian-bagian informasi yang telah diperoleh sebagai pengertian. Karena itu orang menjadi memahami dan menguasai hubungan tersebut sehingga orang itu dapat menampilkan pemahaman dan penguasaan bahan pelajaran yang dipelajari, inilah merupakan hasil belajar.

Sedangkan menurut Martini (2005: 8),
Hasil belajar adalah hasil yang diperoleh dan dimiliki oleh siswa setelah melibatkan masalah-masalah yang ada hubungannya dengan materi pelajaran yang diberikan siswa sebagai obyek yang dibelajarkan dalam arti luas yaitu belajar dengan optimalisasi potensi subjektif yang dimiliki sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya dalam proses belajar mengajar, dimana selalu diharapkan agar mencapai hasil belajar yang optimal dalam mata pelajaran atau bidang studi tertentu. Seringkali hasil belajar yang dicapai dalam bidang studi tertentu disebut prestasi belajar siswa dalam bidang studi itu.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan hasil belajar matematika adalah skor atau hasil perolehan nilai yang diperoleh dan dimiliki siswa melalui suatu proses kegiatan belajar matematika.
4.    Model Pembelajaran Kooperatif tipe Student Team Achievement Divisions (STAD)
Model pembelajaran kooperatif dikembangkan oleh David Johnson dan Roger Johnson tahun 1994. Model pembelajaran ini merupakan suatu model pembelajaran yang menuntut kerjasama siswa dan saling ketergantungan dalam struktur tugas, tujuan dan hadiah yang unik pada akhir pembelajaran.
Seperti yang dikemukakan oleh Ibrahim (2000: 2) bahwa:
Pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran yang memfokuskan pada pengaruh-pengaruh pengajaran seperti pembelajaran akademik, khususnya menumbuhkan penerimaan antar kelompok serta keterampilan sosial antar kelompok.
Roger dan David Johnson (Lie: 1999) mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok dapat dikatakan pembelajaran kooperatif cooperative learning. Untuk mencapai hasil yang maksimal, maka perlu diterapkan lima unsur model pembelajaran kooperatif, yaitu:
1)   Kesaling-tergantungan positif
2)   Tanggung jawab perseorangan
3)   Tatap muka
4)   Komunikasi antar anggota
5)   Evaluasi proses kelompok
Sedangkan menurut Ibrahim (2000: 6) bahwa ada 7 unsur yang harus diperhatikan dalam pembelajaran kooperatif, yaitu:
 1) Siswa   dalam    kelompoknya   haruslah    beranggapan   bahwa   mereka  “sehidup sepenanggungan bersama.”
2)   Siswa bertanggung jawab atas segala sesuatu  di dalam kelompoknya, seperti milik mereka sendiri.
3)   Siswa haruslah melihat bahwa semua anggota di dalam kelompoknya memiliki tujuan yang sama.
4)   Siswa haruslah membagi tugas dan tanggung jawab yang sama diantara anggota kelompoknya.
5)   Siswa akan dikenakan evaluasi atau diberikan hadiah/penghargaan yang juga akan dikenakan untuk semua anggota kelompok.
6)   Siswa berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya.
7)   Siswa akan diminta untuk mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.
Setiap model atau metode pembelajaran dalam pelaksanaannya sebaiknya mengikuti langkah-langkah pelaksanaannya, sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai secara maksimal.
Berikut langkah-langakah atau fase-fase model pembelajaran kooperatif menurut Slavin (Ibrahim, 2000).
Fase
Tingkah Laku Guru
Fase1: Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa
Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pembelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar.
Fase 2: Menyajikan informasi.
Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan.
Fase 3: Mengorganisasikan siswa ke  dalam kelompok-kelompok belajar.
Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana cara membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien
Fase 4: Membimbing kelompok bekerja dan belajar.
Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka.
Fase  5: Evaluasi.
Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.
Fase  6: Memberikan penghargaan.
Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok.
Salah satu tipe dalam pembelajarn kooperatif adalah STAD (Studet Teams Achievement Divisions) metode ini dapat diterapkan untuk menghadapi kemampuan siswa yang heterogen, di dalamnya siswa diberi kesempatan untuk melakukan kolaborasi dengan teman sebaya dalam bentuk diskusi kelompok untuk memecahkan suatu permasalahan. Masing-masing kelompok beranggotakan empat atau lima orang siswa yang memiliki kemampuan akademik, jenis kelamin dan lain-lain yang heterogen, sehingga dalam satu kelompok akan terdapat kemampuan akademik dan jenis kelamin yang berbeda. Guru menyajikan pelajaran dan kemudian siswa bekerja dalam tim mereka untuk memastikan bahwa seluruh anggota tim telah mengusai pelajaran tersebut.
Setiap minggu secara individual siswa diberikan kuis materi pelajaran yang telah diajarkan. Skor dari hasil kuis siswa tersebut merupakan skor perkembangan tidak berdasarkan pada skor mutlak siswa tetapi berdasarkan pada seberapa jauh skor itu melampaui rata-rata skor mereka yang lalu dan poin di berikan berdasarkan pada seberapa jauh siswa menyamai atau melampaui prestasi yang lalunya sendiri. Poin tiap anggota tim ini dijumlahkan untuk mendapatkan skor tim. Hasil kuis tiap individu dan perolehan skor tiap kelompok diumumkan dan memberikan penghargaan berupa sertifikat kepada kelompok yang memperoleh skor tertinggi.
Menurut  Nur dkk. (2000),  Student Teams-Achievment Division (STAD) memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a.                  Bahan pelajaran disajikan oleh guru dan siswa harus mencurahkan perhatiannya, Karena hal itu akan mempengaruhi hasil kerja mereka di dalam kelompok
b.                  Anggota kelompok terdiri empat sampai lima  orang siswa, mereka heterogen dalam berbagai hal seperti prestasi akademik dan jenis kelamin.
c.                  Setelah tiga kali  pertemuan diadakan tes individu berupa kuis mingguan yang harus dikerjakan siswa sendiri-sendiri.
d.                 Materi pelajaran disiapkan oleh guru dalam bentuk lembar kerja siswa.
e.                  Penempatan siswa dalam kelompok lebih baik ditentukan oleh guru dari pada mereka memilih sendiri.
Penerapan pembelajaran kooperatif tipe Student Teams-Achievment Division (STAD) dalam Pembelajaran Matematika untuk memperoleh hasil yang maksimal dengan menggunakan pembelajaran kooperatif, maka guru harus memahami dengan jelas langkah-langkah penerapannya pada proses kegiatan belajar mengajar.
Penghitungan skor perkembangan (Slavin, 1995) didapat melalui kriteria berikut:                            
Skor Kuis
Poin Perkembangan
Lebih dari 10 poin di bawah skor awal
0
10 poin sampai dengan poin dibawah skor awal
10
Skor awal sampai dengan 10 poin datas skor awal
20
Lebih dari 10 poin diatas skor awal
30
Nilai sempurna (tanpa memperhitungkan skor awal)
30
Tiga tingkatan diberikan kepada kelompok yang memperoleh nilai perkembangan yang dihitung dari rata-rata poin perkembangan yang diperoleh tiap anggota kelompok. Kriteria ketiga kelompok tersebut yaitu:
Rata-rata poin perkembangan                                     Penghargaan tim
15 – 19                                                                        GOODTEAM
20 – 24                                                                        GREATTEAM
25 – 30                                                                        SUPERTEAM
Yamin dan Ansari (2009) mengungkapkan langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah sebagai berikut:
a.    Membentuk kelompok yang anggotanya 4-5 orang secara heterogen (campuran menurut prestasi, jenis kelamin, suku, dan sebagainya). Namun, dalam penelitian ini, yang diperhatikan adalah prestasi dan jenis kelamin dari peserta didik.
b.    Guru menyajikan pelajaran.
c.    Guru memberikan tugas kepada kelompok untuk dikerjakan oleh anggota- anggota kelompok. Anggotanya tahu menjelaskan pada anggota lainnya, sampai semua anggota dalam kelompoknya mengerti.
d.    Guru memberikan kuis/pertanyaan kepada seluruh siswa. Pada saat menjawab kuis, tidak boleh saling membantu.
e.    Memberikan evaluasi.
f.   Kesimpulan.

IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAM ACHIEVEMENT DIVISIONS (STAD) (STUDI KASUS PADA SISWA KELAS VIIA DI SMP NEGERI 1 PULAU BALANG LOMPO)

I . PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membawa perubahan yang sangat signifikan terhadap berbagai dimensi kehidupan manusia, baik dari segi ekonomi, sosial budaya maupun dunia pendidikan (Sabri, 2007). Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut peningkatan mutu pendidikan yang dapat dilakukan dengan melakukan perbaikan-perbaikan, perubahan–perubahan, dan pembaharuan terhadap aspek-aspek yang mempengaruhi keberhasilan pendidikan (Priyatno, 1994). Pendidikan nasional diharapkan mampu menghasilkan manusia Indonesia yang cerdas untuk mengembangkan potensi dan karakter, memiliki kemampuan memecahkan masalah hidup yang dihadapi, memiliki keterampilan, mampu berpikir kritis,  kreatif, dan inovatif (Sanjaya, 2006).
Salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan saat ini adalah bagaimana cara untuk meningkatkan hasil belajar siswa terutama pada pelajaran matematika. Strategi, metode atau model pembelajaran yang digunakan diharapkan mampu melibatkan siswa aktif dalam belajar, baik secara mental, fisik, maupun sosial. Salah satu model pembelajaran yang dimaksud adalah model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams-Achievement Divisions (STAD). Model ini merupakan suatu bentuk pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk berdiskusi dengan temannya dalam menyelesaikan masalah matematika. Dengan kata lain model pembelajaran kooperatif memanfaatkan kecenderungan siswa untuk lebih banyak  berinteraksi dalam belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran dan mampu meningkatkan hasil belajar siswa.
Slavin (1995) menelaah penelitian dan melaporkan bahwa 45 penelitian telah dilaksanakan antara tahun 1972 sampai dengan 1986. Slavin menyelidiki pengaruh pembelajaran kooperatif terhadap hasil belajar dan hasilnya 37 diantaranya menunjukkan bahwa kelas yang diajar dengan pembelajaran kooperatif menujukkan hasil belajar yang siknifikan lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol. Dalam pembelajaran kooperatif banyak metode pembelajaran yang dapat digunakan salah satunya adalah tipe STAD (student teams achievement divisions). Model pembelajaran kooperatif juga dapat dijadikan suatu metode belajar mengajar yang baik sebab mampu melibatkan siswa aktif dalam belajar, baik secara mental, fisik, maupun sosial.
Keaktifan dalam proses belajar dan hasil belajar merupakan masalah yang dihadapi diberbagai sekolah. Masalah ini malah lebih banyak dirasakan lagi di dalam pembelajaran matematika. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan guru bidang studi matematika di SMP Negeri 1 Pulau Balang Lompo diperoleh informasi bahwa hasil belajar matematika siswa masih dikategorikan rendah. Hal ini  ditunjukkan dengan masih banyaknya siswa yang remedial atau ujian pengulangan karena belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditetapkan berlaku di sekolah tersebut. 
Menurut guru bidang studi matematika, masalah yang dihadapi selain rendahnya hasil belajar matematika siswa dan banyaknya siswa yang remedial, antara lain: masih banyak siswa yang melakukan kegiatan lain atau menggangu temannya pada saat proses belajar-mengajar; siswa masih bersikap acuh tak acuh terhadap teman satu kelasnya; masih banyak siswa yang sering tidak masuk sekolah tanpa keterangan; dan masih ada pula siswa yang keluar masuk kelas dengan alasan ke WC padahal mereka ingin ke kantin bukan pada jam istirahat.
Guru bidang studi matematika sebenarnya sudah menerapkan model  pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, namun dinilai kurang efektif. Hal ini disebabkan karena pembagian kelompok pada model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw membutuhkan waktu yang lebih lama. Oleh karena itu, peneliti mengambil pembelajaran kooperatif tipe STAD karena tidak membutuhkan waktu yang lama sehingga waktu pembelajaran tidak hanya untuk membagi kelompok, tetapi waktu tersebut dapat digunakan siswa untuk bekerjasama dengan kelompoknya dan guru lebih banyak waktu untuk membimbing siswa.
Piaget (Suherman: 2003) mengungkapkan bahwa siswa SMP dan SMA yang berada pada usia lebih dari 11 tahun berada dalam tahap operasi konkrit. Pada tahap ini merupakan tahap akhir dari perkembangan kognitif secara kualitas. Anak pada tahap ini mampu melakukan penalaran dengan menggunakan hal-hal yang abstrak. Ia telah memiliki kemampuan untuk melakukan operasi yang menyatakan hubungan. Jadi anak pada tahap operasi konkrit tidak lagi berhubungan dengan ada-tidaknya benda-benda konkrit, apakah situasinya disertai oleh benda-benda konkrit atau tidak, bagi siswa pada tahap berfikir konkrit tidak menjadi masalah.
Model pembelajaran kooperatif  tipe Student Teams-Achievement Divisions (STAD) memungkinkan guru dapat memberikan perhatian terhadap siswa serta terjadi hubungan yang lebih akrab antara guru dengan siswa maupun antara siswa dengan siswa. Ada kalanya siswa lebih mudah belajar dari temannya sendiri, adapula siswa yang lebih mudah belajar karena harus mengajari atau melatih temannya sendiri. Model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams-Achievement Divisions (STAD) memungkinkan siswa belajar lebih aktif, mempunyai rasa tanggung jawab yang besar, berkembangnya daya kreatif, serta dapat memenuhi kebutuhan siswa secara optimal. Model pembelajaran kooperatif cocok digunakan siswa SMP dan SMA karena guru tidak lagi menggunakan benda-benda konkrit dalam mengajar, tetapi guru hanya memberikan informasi.
Memperhatikan hal tersebut di atas, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul “Implementasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams-Achievement Divisions (STAD) (Studi Kasus pada Siswa Kelas VIIA SMP Negeri 1 Pulau Balang Lompo).
Model pembelajaran kooperatif  tipe Student Teams-Achievement Divisions (STAD) juga sejalan dengan tuntutan penerapan Kurikulum 2004 yang bersifat konstruktivisme yang mengharapkan pengetahuan dibangun oleh siswa itu sendiri. Pencapaian tujuan pendidikan ini  harus dituangkan ke dalam kurikulum. Oleh karena itu diterbitkanlah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) tahun 2006 yang merupakan penyempurnaan dari kurikulum sebelumnya.
B.  Rumusan Masalah
Sesuai dengan latar belakang di atas, maka dirumuskan masalah sebagai berikut bagaimana implementasi model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams-Achievement Divisions (STAD) pada siswa kelas VII di SMP Negeri 1 Pulau Balang Lompo, yang meliputi:
1.    Bagaimana interaksi siswa pada saat proses belajar mengajar berlangsung?
2.    Bagaimana tingkat kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah dan tugas yang diberikan?
C.  Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran implementasi model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams-Achievement Divisions (STAD) pada siswa kelas VII di SMP Negeri I Pulau Balang Lompo.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini dapat ditinjau dari aspek teoretis dan aspek praktis. Adapun rinciannya adalah sebagai berikut:
1.    Aspek Teoretis
a.       Menambah dan mengembangkan khasanah ilmu pendidikan dan pembelajaran khususnya mengenai penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams-Achievement Divisions (STAD) dalam proses pembelajaran matematika.
b.      Dapat digunakan sebagai referensi atau rujukan bagi penelitian terkait.
2.    Aspek Praktis
a.       Bagi guru, hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan dan salah satu acuan bagi guru matematika dalam memilih pendekatan pembelajaran dalam upaya meningkatkan hasil belajar siswa.
b.      Bagi siswa dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams-Achievement Divisions (STAD) maka:
1.      Siswa dapat lebih aktif belajar baik secara berkelompok maupun secara mandiri.
2.      Siswa dapat meningkatkan hubungan sosial sesama temannya sehingga timbul suasana kelas yang menyenangkan untuk belajar.
c.       Bagi peneliti, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan informasi untuk mengembangkan penelitian selanjutnya terutama yang terkait dengan penelitian ini.
d.      Bagi kepala sekolah, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai dasar pola pembinaan peningkatan profesionalisme guru.
e.   Bagi pemerintah daerah melalui dinas pendidikan, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar pengembangan kebijakan peningkatan kualitas pendidikan dan profesionalisme guru.